Jakarta, eksposenews- Perludem melaksanakan Diskusi Publik bertajuk “Caleg Perempuan, Disabilitas, dan Masyarakat Adat untuk tak Golput” yang digelar di Dhotel,Manggarai, Jakarta Selatan, Minggu, 3 Februari 2019.
Partisipasi gerakan masyarakat sipil dalam pencalonan dewan pada Pemilu 2019 bisa bertepuk sebelah tangan dengan adanya kampanye tak menggunakan hak pilih ”Golput”. Padahal, partisipasi dalam pencalonan merupakan sikap yang berdasar semangat Reformasi. Pasca-Orde Baru, aspek kepesertaaan pemilu Indonesia jauh lebih terbuka dalam bentuk banyaknya partai politik dan sistem proporsional (daftar calon) terbuka.
Gerakan perempuan merupakan salah satu kelompok masyarakat sipil yang paling banyak mempengaruhi sistem pemilu Indonesia sejak Reformasi. Stigma buruk perempuan tak mampu berpolitik secara signifikan berhasil berkurang. Akhirnya lahir kebijakan afirmasi perempuan di pemilu, salah satunya pencalonan 30% perempuan tiap daerah pemilihan DPR/DPRD.
Sejak sistem pemilu proporsional semiterbuka pada 2004 hingga proporsional terbuka pada 2009, 2014, dan kini 2019, pelibatan perempuan menghasilkan keberdayaan politik. Selain meningkatkan keterpilihan perempuan dari di bawah 10% menjadi di atas 15% sebagai anggota DPR, para perempuan yang berpolitik publik ini punya sumber daya elektabilitas bahkan_ keterhubungan dengan masyarakat pemilih yang dipertimbangkan partai politik untuk pemilu periode berikutnya bahkan pencalonan kepala daerah.
Gerakan perjuangan hak warga bagi kelompok disabilitas juga tak bisa dilepaskan dari pemilu.Keterlibatan kelompok disabilitas dalam pemilu makin berkembang, dari pengupayaan akses pemilu berupa jaminan hak pilih dan Iayanan informasi serta akses memilih, kelompok disabilitas juga telah melakukan pengorganisasi an sekaligus dukungan untuk mencalonkan anggota dewan DPR/DPRD/DPD.
Koalisi LSM disabilitas mengupaya kan pelibatan pemilu dengan pencalonan 32 warga disabilitas di pemilu legislatif. Domisilinya di Aceh (2), DKI Jakarta (4), Jawa Barat (3), Jawa Tengah (6), Jawa Timur (1), 0| Yogyakarta (3), Kalimantan Barat (1), Kalimantan Timur (4), Sulawesi Selatan (4), Sulawesi Barat (3), dan Papua (1). 4 mencalonkan pada Pemilu DPR, 11 pada Pemilu DPRD Provinsi, dan 17 pada Pemilu DPRD Kabupaten/Kota.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) juga terlibat dalam pencalon an utusan masyarakat adat yang mencalonkan di Pemilu DPR/DPRD/DPD. Di tahun 2014, ada 38 caleg utusan politik AMAN yang lolos menjadi anggota legislatif. Kerja-kerja elektoral AMAN pada Pemilu 2014 tercatat berkontribusi dalam memobilisasi total Iebih dari 666 ribu suara untuk DPRD Kab./Kota, DPRD Provinsi, DPR RI, dan DPD RI. Di Pemilu 2019 AMAN melakukan pengorganisasi para caleg utusan masyarakat adat untuk masuk DPR/DPRD/DPD agar bisa mempengaruhi kebijakan yang berpihak pada keadilan masyarakat adat.
Pencalonan kelompok perempuan, disabilitas, dan adat tersebut merupakan bagian dari bentuk nyata perbaikan pemerintahan Indonesia. terbukanya partai politik terhadap kelompok tiga kelompok ini melalui pencalonan baik untuk juga disikapi kita sebagai pemilih dengan pertimbangan pilihan. Apalagi jika di hasil pemilu sebelumnya, ada dewan terpilih yang lebih berpihak pada elite parpol, para calon dewan dari kelompok perempuan, disabilitas, dan adat akan lebih kuat berpihak pada pemilih karena diutus/mengatasnamakan kelompoknya.
Pemilu 2019, bukan cuma Pilpres
Kita juga perlu mengingat bahwa, Pemilu 2019 merupakan pemilu serentak. Artinya, dalam satu hari pemungutan suara pada Rabu, 17 April 2019, pemilih tak hanya memilih calon presiden-wakil presiden (Pilpres) tapi juga calon anggota legislatif di DPR, DPD, dan DPRD Provinsi juga Kabupaten/Kota (Pileg). Lebih banyak, ajakan atau kampanye mengenai Golput, lebih ditujukan pada pilihan Pilpres.
Gambaran pengupayaan pencalonan dewan DPR/DPRD/DPD itu bisa mengklarifikasi ajakan atau kampanye Golput di tengah riuh dan kompleksitas pemilu serentak. Tak setuju dengan pilihan di Pilpres bukan berarti juga tak setuju dengan pilihan parpol atau caleg untuk Pileg.
Jika ada yang menyimpulkan bahwa himbauan Komisi Pemilihan Umum yang berbunyi ”pilih yang terbaik dari yang terburuk” tak bisa diterima dalam memilih calon presiden-wakil presiden, kita bisa mempertimbang kan himbaun itu untuk memilih calon anggota legislatif DPR/DPRD/DPD. Sangat mungkin ada orang-orang baik atau tak punya jejak rekam buruk termasuk para calon dewan dari kelompok perempuan, disabilitas, dan masyarakat adat.