• Sel. Mar 25th, 2025

Suparno : Tidak Ada Alasan Menolak RUU PKS

Byadmin

Feb 22, 2019

Jakarta, eksposenews-Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) tercatat 7.275 kasus kekerasan seksual terjadi sepanjang 2018. Saat ini, Pemerintah tengah berupaya menekan tingginya angka kekerasan seksual tersebut. Di antaranya dengan menyusun payung hukum Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), untuk memberikan perlindungan kepada korban serta memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual.

Namun, saat ini draft RUU PKS yang merupakan hasil inisiatif DPR RI tersebut, justru menimbulkan berbagai polemik pro dan kontra di tengah masyarakat.

Kementerian KPPPA melaksanakan Dialog Media (Media Talk) dengan tema Merespon Dinamika Masyarakat terhadap RUU PKS yang diselenggara kan pada Hari Jumat, 22 Februari 2019, bertempat di Lantai GF, Kementerian PPPA, Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 15, Jakarta Pusat.

Hadir sebagai narasumber,
Vennetia R. Danes, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian PPPA,Azriana Manalu, Komnas Perempuan,Dirjen Hak Asasi Manusia (HAM), Kementerian Hukum dan HAM,Dirjen Kesehatan Masyarakat, LPSK, Kementerian Kesehatan dengan moderator Sonya.

Data dan fakta menunjukan, kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia baik kekerasan fisik, psikis apalagi seksual masih tinggi. Sistem informasi online (SIMFONI) yang ada di KPPPA yang sumber datanya berasal dari lembaga layanan se Indonesia, untuk kekerasan seksual sepanjang tahun 2018 tercatat 7.275 kasus.

Beberapa kasus kekerasan seksual yang fenomenal diantaranya kasus YY di Bengkulu, kasus GB di Sukabumi, kasus AG di Jogjakarta, kasus RA disalah satu lembaga yang punya nama, dan banyak kasus lainnya yang disebabkan relasi kuasa yang tidak seimbang. Seperti ayah tiri dengan anak, guru dengan siswa, atasan dengan bawahan dan banyak contoh lainnya yang terjadi di sekitar kita.

Banyak kasus kekerasan seksual yang tidak terakomodir oleh regulasi/peraturan perundang-undangan yang ada di KUHP juga UU PKDRT dan UU Perlindungan Anak.

Akibat kurangnya payung hukum yang memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual, menyebabkan pelaku kekerasan seksual semakin merajalela tanpa pembinaan dan upaya pemulihan mental atau kejiwaannya.

RUU PKS sendiri merupakan inisiatif DPR, sekitar bulan April 2017 draf RUU PKS disampikan oleh DPR RI kepada Presiden.

Sesuai mekanisme, pembuatan UU maka dalam tenggat waktu 60 hari harus memberikan tanggapan dalam bentuk Daftar inventaris masalah (DIM). Pada bulan April Presiden menunjuk panitia antar kementerian atau PAK yang terdiri dari 11 K/L dan PAK ini sepakat menunjuk KPPPA sebagai leading sektor untuk pembahasan RUU PKS.

Pada bulan Mei 2017 DIM telah diserahkan kepada DPR RI khususnya komisi VIII. Dalam silaturahmi antara pemerintah dengan Komisi VIII dibawah koordinasi Aldi Taher, Pihak DPR RI sudah menetapkan keputusan dan menyampaikan kepada KPPPA bahwa pembahasan draf RUU PKS secara intensif akan dilakukan setelah Pemilu 17 April 2019.

Direktur Diseminasi dan Penguatan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI, Drs.Suparno,SH mengatakan, bahwa tidak ada alasan RUU PKS ditolak. Mengingat RUU PKS dilihat secara umum adalah kebutuhan untuk melindungi korban tindak kekerasan yang memang berlaku secara universal di seluruh dunia.

Menurut Livia dari LPSK mengatakan, bahwa akibat adanya tindak kekerasan maka secara psilologis mengakibatkan Korban membenci dirinya sendiri dan pemulihan yang lebih panjang antara lima tahun bahkan bisa sampai 40 tahun mengalami trauma psikologis.

By admin

slot malaysia

slot thailand