Hadirnya PT ayaskara alam nusantara di desa Tanjung menuai konflik sosial LPM Sultra, minta perusahaan untuk tidak beraktifitas
Lembaga pemerhati masyarakat Sulawesi tenggara menanggapi konflik sosial yang terjadi di kecamatan tongkuno kabupaten muna atas hadirnya perusahaan batu gamping PT ayaskara alam nusantara yang memiliki izin usaha pertambangan galian c dengan luasan 240 hektar are
Ketua lembaga pemerhati masyarakat Sulawesi tenggara Ados menyampaikan bahwa meminta perusahaan PT ayaskara alam nusantara untuk tidak dulu melakukan aktivitas di atas lokasi izin usaha pertambangan sebelum menyelesaikan persoalan hak-hak masyarakat pemilik lahan
Ados juga menambahkan awal mula konflik tersebut diduga karena adanya monopoli lahan masyarakat dan batas wilayah 2 desa yakni desa Tanjung dan desa walengkabola hal inilah yang kemudian menjadi pemicu konflik sosial antara masyarakat pemilik lahan,masyarakat desa walengkabola dan masyarakat desa Tanjung
“Konflik ini berawal dari dugaan monopoli lahan masyarakat oleh kepala desa dengan pembuatan SKT yang dibuat secara ugal-ugalan dan dugaan penyerobotan wilayah administrasi desa walengkabola” ungkap ados Sultra
Hadirnya perusahaan di desa Tanjung tersebut tentu mempunyai visi dan misi untuk bisa meningkatkan sumber pendapatan ekonomi di lingkungan masyarakat tambang bukan menjadi lahirnya pemicu lahirnya konflik sosial di masyarakat ucap ados Sultra
Saya sebagai salah satu Pemuda yang lahir dan besar di kecamatan tongkuno berharap perusahaan bisa bijak menilai situasi dan kondisi sosial saat ini dan tidak dulu beraktifitas sebelum menyelesaikan seluruh hak-hak masyarakat dan persoalan tapal batas desa walengkabola dan desa Tanjung jangan sampai menimbulkan konflik yang lebih besar
“Saat ini kita masih menunggu hasil keputusan pemerintah daerah persoalan tapal batas dan turunnya DPRD PROVINSI Komisi III untuk melakukan tinjauan lokasi tapal batas antara Kab. Muna dan Kab. Buton Tengah sesuai dengan hasil RDP beberapa waktu yang lalu”