Tulang Bawang, eksposenews.com – Salah satu bank swasta di Kota Metro, Lampung, diduga telah bersekongkol dengan sindikat perampas sertifikat warga. Modusnya, sindikat yang diduga kaki tangan bank, menawarkan jasa untuk membantu mengajukan pinjaman ke salah satu bank swasta. Kemudian mereka dengan mengiming-iming warga bahwa mereka bisa memproses pinjaman tersebut dengan waktu yang singkat dan tanpa bertele-tele. Dengan iming-iming tersebut warga percaya dan memberikan sertifikat tanahnya kepada sindikat tersebut. Tanpa disadari, setelah beberapa bulan kemudian, sertifikat yang sudah diagunkan ke bank telah berganti nama.
Salah satu korbannya adalah Sumeh (69), warga Desa Indraloka 1 Kecamatan Way Kenanga, Kabupaten Tulangbawang,Lampung.
Sumeh, merasa tidak pernah mengajukan pinjaman ke salah satu bank swasta dengan mengagunkan sertifikat tanahnya. Tapi, sumeh pernah didatangi colektor bank untuk menagih cicilan yang sudah menunggak. Colektor tersebut meminta agar Sumeh segera membayar cicilan yang macet.
Karena tidak pernah merasa mengajukan pinjaman ke bank, Sumeh meminta colektor tersebut untuk menunjukkan bukti-bukti.
Akirnya, Sumeh diminta untuk datang ke kantor cabang yang berada di Kecamatan Banjar Margo Unit 2 Kabupaten Tulangbawang.
Sumeh berharap dikantor akan ada penyelesaian, pihak bank akan mengembalikan sertifikatnya. Tapi, malah pihak bank meminta Sumeh menyicil sesuai kemampuan.
Selang beberapa waktu, petugas bank kembali mendatangi kediaman Sumeh, saat itu putra Sumeh yang bernama Yani, menanyakan dokumen yang diagunkan ke bank. Betapa kagetnya Yani setelah melihat sertifikat ayahnya telah berubah nama kepemilikan menjadi Suyadi warga Tiuh (red-desa) Balam Asri Kecamatan Way Kenanga.
Menurut Sumeh, dia tidak pernah merasa menjual lahan berupa peladangan, kepada Suyadi. Pernyataan Sumeh itu diperkuat dengan keterangan kepala desa dan camat setempat.
Saat ditemui media ini dikediaman nya, Senin (6/7), Sumeh menjelas kan, dia pernah didatangi Nadi (yang sudah menghilang) pada tahun 2014 lalu, untuk membantu mengajukan pinjaman di salah satu bank swasta di Unit 2.
Setelah hampir tiga bulan, tak satupun pihak bank yang mensurvey Sumeh. Hingga diketahui sertifikat hak milik Sumeh telah berganti nama menjadi Suyadi. Perubahan kepemilikan tersebut diproses oleh notaris bernama Rudiyanto Ramelan.
Dari keterangan pamong desa setempat, Sumeh masih membayar PBB atas objek yang telah berubah nama tersebut pada tahun 2014, 2015 dan 2016.
” Ya, pak Sumeh memang masih membayar PBB atas objek tanah tersebut, karena pada tahun tersebut saya masih menjabat sebagai sekretaris desa,” kata Supingi.
Sementara itu, mantan camat Way Kenanga Sutarman, S.pd, mengaku, tidak pernah menerbitkan akte jual beli antara Sumeh dengan Suyadi.
“Saya tidak pernah menerbitkan akte jual beli antara Sumeh dengan Suyadi, saya sudah cek dibuku registrasi. Akte jual beli nomor : 23/AJB/WK/VI/2014 tanggal 16 Juni 2014, bukan atas nama Sumeh. Saya berani pertanggung jawabkan keterangan saya ini dimuka hukum,mas,” tegas Sutarman. (Mus)