Laporan :Lemens Kodongan
Jakarta, eksposenews- Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) Mensinyalir banyaknya kasus sengketa tanah di Indonesia yang turut melibatkan mafia tanah dalam perampasan tanah secara terstruktur, terorganisir dan massif mengakibatkan para pemilik tanah harus bekerja keras bagaimana mempertahankan status kepemilikan tanah yang telah diperoleh.
Ungkapan tersebut disampaikan Ketua FKMTI Supardi Budiarjo kepada awak media disela-sela acara Rapat Koordinasi Nasional Gugus Tugas Reforma Agraria yang dilaksanakan di Hotel Borobudur 31 Oktober 2018.
Supardi mengatakan, sayangnya, setelah menempuh berbagai cara dengan menggantungkan harapan kepada para penegak hukum, justru membuat para pencari keadilan yang tanahnya tersebut dirampas, menjadi patah arang tanpa mengetahui kapan permasalahan tanah tersebut selesai sehingga pantaslah apabila kasus perampasan tanah dianggap sebagai suatu kejahatan luar biasa yang memerlukan lembaga khusus dalam penindakannya.
Atas dasar inilah, kami, Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (“FKMTI”) menyatukan visi dan misi untuk mencari solusi permanen yang dapat menyelesaiakan permasalahan-permasalahan tanah tersebut yaitu dengan dibentuknya suatu lembaga independen yang membantu penyelesaian sengketa tanah.
Diharapkan agar lembaga ini kedepannya dapat memberikan manfaat untuk seluruh anak negeri di NKRI dari ancaman para mafia tanah.
Karena minimnya keberpihakan aparat penegak hukum kepada korban-korban mafia tanah, maka FKMTI mengusulkan untuk diadakan pembentukan Ad-Hoc dalam rangka penyelesaian perampasan tanah dengan alasan-alasan sebagai berikut:
Kasus perampasan tanah yang meningkat dan kurangnya edukasi warga mengenai proses hukum yang harus ditempuh dimana proses hukum tersebut memakan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit, Banyaknya kasus perselisihan antar warga terkait perampasan tanah tersebut; Adanya dugaan penggelapan pajak yang skalanya membesar; Adanya kemungkinan terjadi kasus BLBI yang ketiga; Perampasan tanah menimbulkan ketidakpastian hukum.
FKMTI juga berpendapat bahwa perampasan tanah pasti terjadi dengan melibatkan setidaknya aparat-aparat sebagai berikut :
Pemerintahan kota level Lurah dan Camat (Muspida); ATR/BPN, Kepolisian,Kejaksaan,Kehakiman, Notaris/PPAT, dan Pengacara.
Agar dapat dilakukan internal audit kepada aparat-aparat tersebut di atas karena waskat tidak berjalan. Apabila telah terbukti bahwa aparat-aparat tersebut terlibat dalam perampasan tanah maka hukuman bagi notaris /ppat dan pengacara adalah pencabutan ijin notarilnya / beracaranya.
Oleh karena itu, FKMTI berpendapat bahwa dalam penyelesaian sengketa tanah tersebut harus ditambah dengan unsur dari Kementrian Keuangan, Tokoh Masyarakat, dan Akademisi.
Prinsip kerja dan mekanisme Ad- hoc, sebuah lembaga yang mempunyai tim investigasi independen dalam penyelesaian sengketa tanah, dan Ad-hoc mempunyai prosedur beracara tersendiri yang didalamnya juga terdapat kewenangan untuk melakukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Ad-hoc mempunyai wewenang:
Melakukan penyidikan dan penyelidikan; Apabila bukti cukup dilakukan gelar perkara dan dilakukan proses penuntutan Putusan yang dikeluarkan mempunyai kekuatan eksekutorial.
Implementasi dari adanya Panitia Ad-Hoc dalam pelaksaanaan eksekusi, Ad-Hoc berkoordinasi dengan lembaga pemerintah dan lembaga independen lainnya untuk dapat menjatuhkan sanksi yang sesuai dengan putusan yang ditetapkan oleh sidang Ad-Hoc sehingga tidak mentup kemungkinan bahwa putusan Ad-Hoc tersebut dijadikan rekomendasi.
Kepada Kemenhum HAM, untuk mencabut ijin operasi maupun ijin usaha Perusahaan yang terbukti melanggar dan tidak menyelesaikan kewajibannya,
Pembekuan izin bagi Perusahaan Developer yang melakukan perampasan tanah, dan kepada
Pengadilan Negeri untuk melakukan sita eksekusi.
Setiap pegawai dan aparat Negara, Notaris, Pengacara yang berdasarkan keputusan Ad-Hoc terlibat membantu perampasan tanah baik langsung maupun tidak langsung dapat di sidang oleh Dewan Kehormatan atau Dewan Kode Etiknya masing-masing sehingga dapat dikenakan sanksi seperti penurunan pangkat dan pencabutan izin praktek dan beracara bagi Notaris dan Pengacara.
Khusus kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia agar dapat, dalam jangka pendek segera memberikan teguran tertulis kepada aparat yang mendapat keluhan masyarakat dan diberikan ruang untuk segera melakukan klarifikasi dalam waktu singkat dan terbatas.
Melalui badan kepegawaian daerah agar kementrian PAN dapat memberikan informasi berupa penundaan insentif, kenaikan pangkat serta penurunan pangkat jika tidak dapat melakukan klarifikasi seperti yang diharapkan.
Dalam jangka panjang agar kementrian PAN mengusulkan undang-undang kepegawaian yang lebih detil mengenai kelakuan terdahulu apparat yang terlibat dalam suatu pelanggaran agar tidak ditempatkan ditempat yang sama dan semakin diperhatian dan dipetakan antara pegawai bermasalah dan berprestasi.
Berikut pernyataan Supardi Budiarjo Ketua Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) dalam video streaming