Jakarta, ekposenews.com – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di IRAN dinilai gagal dan tidak becus dalam melindungi 13 warga negara Indonesia yang diadili di pengadilan IRAN atas tuduhan yang tidak jelas, ujar JJ Budiman,SH kepada media ini di Jakarta, Jumat, (24 /11/2023).
Ke 13 WNI yang berprofesi sebagai ABK pada KM SEA Falcon yang harusnya mendapatkan perlindungan dan bantuan hukum dari pihak KBRI, ujar Pengacara J.J Budiman, SH selaku Kuasa Hukum dari Hermina Sintiche Mananeke, orang tua dari Moulen Petrus Kansil yang kini mendekam di rumah tahanan di negara IRAN sejak tanggal 26 Februari 2020.
Adapun kronologis penahanan Moulen Petrus Kansil dkk di penjara IRAN bermula saat dirinya yang dipercaya sebagai Nahkoda kapal KM Sea Falcon, menggantikan capt. Mulalinda Tabansa yang ijin turun ke perusahaan (Sign off) karena mau melanjutkan pendidikan.
Pada tanggal 20 Februari 2020 sekitar jam 20.00 waktu setempat KM Sea Falcon melakukan pemuatan minyak di pelabuhan Dubai. Sekitar jam 02.00, waktu setempat pada tanggal 21 Februari 2020 pemuatan selesai dan kapal segera berlayar.
Kapal KM Sea Falcon terus melanjutkan pelajaran menuju ke laut Arabian Sea. Namun ditengah perjalanan sekitar jam 03.00 waktu setempat, tiba-tiba ada boat kecil yang merapat/sandar di samping kapal. Sekitar 5 (lima) orang langsung naik ke kapal lengkap dengan senjata dan menggunakan topeng menodongkan senjata kepada seluruh awak kapal.
Saat kejadian tersebut, Jek Liumpangge Chief Officer Molen, dan Daud selalu Second Officer berada di anjungan (brigade). Tiba-tiba ada dua orang naik anjungan dan menodongkan senjata kepada mereka sambil merusak alat navigasi diatas kapal MT Sea Falcon agar tidak terdeteksi kapal lainnya.
Mereka memaksa Chief Officer Molen untuk merubah posisi haluan kapal menuju Iran, sedangkan tiga orang lainnya yang lengkap dengan senjata dan mengenakan topeng mengumpulkan seluruh ABK untuk berkumpul di anjungan kapal.
Setelah semua ABK kumpul di anjungan, ke lima orang tersebut dimana salah seorang memakai rompi bertuliskan Polisi membuka topengnya dan memberitahukan bahwa mereka adalah polisi Iran.
Selanjutnya selama KM Sea Falcon menuju Iran para ABK diperlakukan semacam Sandra. Mereka disuruh jongkok, tangan diatas kepala selama kurang lebih 7 jam dan tidak diperbolehkan kemana-mana, termasuk ke toilet dan memasak.
Baru setelah kapal berlabuh di perairan Iran, seluruh ABK diperbolehkan ke toilet dan memasak. Kronologis kejadian ini disampaikan langsung oleh Jek Liumpangge salah seorang ABK yang sudah dibebaskan bersama sepuluh rekannya, sedangkan kedua ABK Moullen Petrus Kansil dan Daud masih di dalam tahanan di Iran.
Untuk itu, J.J Budiman selaku Kuasa Hukum dari Hermina Sintiche Mananeke orang tua dari Moullen Petrus Kansil berharap ada campur tangan pemerintah dalam melakukan pembelaan dan pendampingan hukum atas tindakan pelanggaran hak asasi manusia dan kriminalisasi oleh kepolisian Iran kepada Awak ABK KM Sea Falcon yang saat ini menjalani hukuman di penjara Iran dengan tuduhan yang tidak jelas, ujar J.J Budiman
Kami sudah membuat Laporan per tertanggal 5 Juni 2022 ke Kementrian luar negeri dan disusul dengan beberapa kali pertemuan/meeting yang menurut kami sampai saat ini pihak Kementrian belum memberikan satu kesimpulan kepada kami soal permintaan Pembebasan Kedua ABK INDONESIA yang ditahan padahal tidak ada satu perbuatan / tindak pidana dan atau pelanggaran apapun yang mereka lakukan. Kata Budiman.
Kami selaku KUASA HUKUM yang mewakili Ibu Kandung dari salah satu ABK yaitu sdr Moullen Petrus Kansil yang sampai saat ini belum mendapat pembebasan yang menurut kami selaku Kuasa Hukum bahwa ini diakibatkan pihak KBRI waktu itu belum memberikan Bantuan Hukum yang maksimal dan tidak memberikan pendampingan hukum serta tidak sempat memberikan bantuan ahli utk memberikan terjemahan saat sidang berlangsung.
Lebih lanjut, ungkap Budiman, apalagi pada saat sidangnya digelar terbilang super cepat hanya dua kali sidang dan langsung diputus. dan dinyatakan bersalah.
Padahal sejatinya tidak ada setitik kesalahan yang mereka lakukan. dan Soal Denda Kerugian yang dialami itu adalah tidak benar karena (Minyak dan Kapal) milik Perusahaan bukan milik Negara IRAN dan Kapal hanya melintasi melalui laut perairan bebas dan ini sudah yang ke 5 (lima) kali mereka jalankan tugas sesuai kontrak yang mereka pegang, tiba tiba naik perompak kapal dan langsung menyandera mereka dengan todongan dan ancaman senjata, tanpa ada aba aba atau perintah resmi sebagaimana lazimnya apabila petugas pengaman laut akan menjalankan tugas operasinya. (Bukti kesaksian) terlampir.
Bahwa pada saat sidang waktu itu para ABK didampingi oleh Mr. Ghafffouri selaku pengacara ABK dan apa yang beliau jelaskan kepada Tim dari Kementrian bahwa sesuai hukum Iran, Penalti (denda) adalah menjadi beban orang yang bertanggung jawab sebagaimana ditetapkan dalam putusan pengadilan. Menurut kami tidak bisa dibenarkan karena pemeriksaan disidang Pengadilan harusnya membuktikan secara adil dan terang benderang dimana kesalahan para ABK ini yang menjadi titik permainan gelap dan permainan sirkus hukum yang tidak sempat dibantah oleh KBRI dan atau Petugas di KEDUTAAN RI di IRAN.
Pihak KBRI harusnya bisa menarik kesimpulan Bahwa keputusan (Criminal court award) yang juga sering disebut prinsip tanggung jawab kriminal perseorangan (Prinsiple of personal Criminal responsibillity) adalah kurang tepat dan keliru kalau dibebankan hanya kepada 2 (dua) ABK yang sampai saat ini masih dalam tahanan di IRAN, karena sejatinya mereka tidak melakukan setitik kesalahan apapun.
Mereka sebanyak 13 (Tiga belas) hanya menjalankan tugas sebagai ABK, dan yang bertanggung jawab atas barang muatan adalah Perusahaan bukan ABK, karena mereka hanya menjalankan tugas dan bertanggung jawab selama K.M Sea Falcon berlayar dan dengan mematuhi semua aturan pelayaran secara nasional dan internasional.
Faktanya dalam perjalanan 4 (empat) kali mereka berlayar di Perairan Internasional DUBAI dan saat Kapal Sea Falcon Melanjutkan perjalanan tiba tiba pada jam 03.00 ada boat kecil merapat secara diam diam dan sandar disebelah kanan MT Sea Falcon, pada saat itu ada 5(Lima) orang naik diatas kapal lengkap dengan senjata dan bertopeng, dan sebelumnya tidak ada Pemberitahuan, Pemanggilan atau Informasi (Lewat Radio) sebagaiman lazimnya. Inilah yang kami simpulkan sebagai tindakan perompak kapal tapi mereka berlindung dibalik sidang pengadilan yang tidak adil dan melanggar HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT.
Dibalik keberatan tersebut diatas tentang lambatnya Kedutaan RI di IRAN melakukan Pembelaan terhadap Warga Negara RI tetapi kami juga memberi apresiasi yang tinggi karena setelah Laporan kami masuk Tanggal 5 Juni 2022 pihak KBRI dan Staff KEMENLU telah langsung action.
Hasilnya, perlindungan penuh kepada kedua ABK langsung dipindahkan ruangan sel tahanan yang aman, dan berkali kali melakukan pertemuan dengan kedua ABK. Tetapi dari kunjungan ini semua terbentur dengan janji Mr Ebrahimi yang menyampaikan akan memberikan jawaban atas permintaan Pengacara KBRI pada bulan November 2022,Mr. Ebrahimi akan menyampaikan jawaban tersebut dan perlu dipelajari oleh pihak keamanan Iran setelah diterjemahkan kedalam bahasa Parsi. Tapi sayangnya sampai saat ini Mr. Ebrahimi tidak memberikan kapan kepastian jawaban yang diminta pengacara KBRI akan diberikan.
Artinya tinggal menunggu langkah yang satu ini maka kedua ABK sudah bisa dibebaskan sesuai opini hukum yang sudah kami sampaikan baik melalui Surat ini dan atau melalui berbagai laporan yang sudah kami berikan ke jalur HOTSPOTLINE KEMENLU.
Menurut kami sudah terlalu lama Pengaduan dan Keberatan yang kami sampaikan belum ada respon atau rekomendasi dari KEMENTERIAN LUAR NEGERI karena masalah ini tetap kami akan menempuh penyelesaian secara Pidana kepada pihak pihak yang telah memperkerjakan Anak Klien kami tapi tidak berusaha dan berupaya melaporkan ke KBRI atau KEDUTAAN RI saat para ABK ditahan dan diadili.Pungkas JJ Budiman.
