Jakarta,eksposenews.com- 28/6/20.
beberapa hari belakangan terjadi perdebatan di ruang publik terkait pembahasan RUU Haluan Ideologi Pancasila ( RUU HIP) yang diusulkan DPR RI.
Beberapa pasal RUU HIP yang diusulkan DPR RI menuai protes masyarakat, diantaranya pasal terkait Ketuhanan yang berkebudayaan.
Menanggapi berbagai aksi dan penolakan tersebut, sebaiknya kita harus mengerti makna dan arti dari dari pasal yang menuai protes tersebut.
Berikut adalah pemikiran Ketua Umum DPP GPP, Dr. Antonius D.R. Manurung mengacu pada sejumlah literasi.
Pemahaman yang benar dan utuh tentang Prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan menghantarkan pada pengertian yang mendalam bahwa KITA, bangsa Indonesia memiliki sejarah Nusantara panjang yang menginspirasi bahwa tiap-tiap manusia di bumi Nusantara menghayati sesuatu yang imanen (keesaan yang tetap) dan eksistensi dirinya sebagai Ciptaan Tuhan diakui sepenuhnya.
Ketuhanan yang berkebudayaan yang dikemukakan oleh Sukarno dalam Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni membantu dan memandu tiap-tiap kita memahami relasi yang kuat antara hal vertikal (pengakuan adanya Sang Khalik dan Penguasa Alam Semesta) dan horisontal (eksistensi manusia sbg Master Piece Ilahi dengan segala sisi kemanusiaannya).
Bung Karno menekankan dalam Pidato 1 Juni 1945 bahwa “Nabi Muhammad S.A.W. telah memberi bukti yang cukup tentang ‘verdraagzaambeid’. tentang menghormati agama-agama lain, Nabi Isa pun telah menunjukkan ‘verdraagzaambeid’itu. Lebih jauh, dalam pidatonya Bung Karno menegaskan “marilah kita di dalam Indonesia Merdeka yang kita susun ini sesuai dengan prinsip Ketuhanan yang berkebudayaan, Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang hormat- menghormati satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara -saudara menyetujui bahwa Negara Indonesia Merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa!”
Izinkan saya menggunakan pemahaman saudaraku beragama Islam “Hubungan vertikal, yaitu hubungan ubudiyah kita kepada Allah (Hablumminallah), sedangkan hubungan horizontal adalah hubungan muamalah kita kepada sesama manusia, makhluk Ciptaan Tuhan (Hablumminannas).
Catatan ini menunjukkan betapa tidak dangkalnya Pemahaman Prinsip “Ketuhanan yang berkebudayaan” seperti yang dikembangkan oleh sebagian orang dan kelompok yang kurang memahami sejarah Nusantara dan Indonesia.
Bagi saudara-saudara semuanya yang belum memahami secara utuh atau tidak berkemauan tulus untuk memahami prinsip “Ketuhanan yang berkebudayaan”, bahkan melenceng kan makna sesungguhnya dari pengertian ini sebagai prinsip dan dasar memahami Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa”, hendaklah mengambil sikap sadar dan mau berubah, karena pemikiran yang keliru dan sesat itu merupakan benih perpecahaan dan merusak tatanan nusantara yang sudah “apik” dan harmonis selama ini. (ADRM).
Salam Pancasila🇮🇩🇮🇩🇮🇩