• Sel. Mar 25th, 2025

Konferensi Transfer Fiskal Untuk Kabupaten Kaya Hutan

Byadmin

Sep 18, 2018

Laporan : Lemens Kodongan

Jakarta, eksposenews-Sejumlah daerah kaya hutan menghadiri konferensi bertajuk Transfer Fiskal untuk kabupaten kaya hutan, yang digagas oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (AIMI).

Sebanyak 30 kabupaten di Indonesia yang tercatat memiliki wilayah hutan yang luas hadir dalam konferensi yang dilaksanakan di hotel Double Tree, Jakarta,(18/9) sebagian dihadiri oleh para Bupatinya.

Sementara tiga pembicara masing-masing Dirjen perimbangan keuangan daerah Kemenkeu Astera Primanto Bhakti, Direktorat Bina Keuangan Daerah Kemendagri Drs. Syarifudin,MM, Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan DR.Ir. Bambang Hendroyono, MM.

Daerahnya kaya hutan tapi belum tentu makmur, itulah problem yang dialami sejumlah
wilayah kaya hutan di Indonesia.

Konferensi tersebut akan mengangkat berbagai persoalan yang dihadapi wilayah kaya hutan sekaligus menawarkan solusi ekonomi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Perubahan lklim Universitas Indonesia (RCCC UI).

Acara ini terselenggara atas dukungan dari Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Indonesia
dengan kesempatan untuk memaksimalkan kegiatan ekonomi di wilayahnya.

Menyoal kondisi ini, Ketua AlPI Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro mengatakan konferensi ini sejalan dengan
misi AlPl dalam mendorong pemanfaatan ilmu pengetahuan di berbagai bidang, termasuk dalam pembuatan kebijakan.

Konferensi ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi terbentuknya kebijakan yang berpihak pada kebutuhan masyarakat, berdasarkan data yang akurat. Konferensi “Transfer Fiskal untuk Kabupaten Kaya Hutan” ini akan menghasilkan poin-poin rekomendasi kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy) yang mempertimbangkan bukti dari hasil riset sekaligus memperhatikan aspirasi kabupaten- kabupaten kaya hutan terhadap mekanisme yang ideal dalam pandangan mereka
Di satu sisi, daerah kaya hutan harus menjaga hutan dan sumber dayanya sebagai sarana
penyerapan karbon dan pengaturan iklim, yang juga dinikmati banyak pihak termasuk di luar daerah.

Karena itu, mereka tidak bisa menjadikan hutan sebagai sumber pendapatan daerah misalnya dengan membuka perkebunan sawit atau aktivitas pertambangan. Di sisi lain, kabupaten bersangkutanlah yang menanggung biaya menjaga hutan. Manfaat dan biaya yang tidak sepadan ini menjadi salah satu alasan mengapa hutan sulit dijaga dan sumber daya hutan terus-menerus mengalami degradasi. Saat ini, kabupaten-kabupaten kaya hutan yang menyatakan diri sebagai kabupaten konservasi, kabupaten hijau, atau kabupaten lestari, hanya menanggung beban biaya menjaga hutan, tanpa kompensasi apa pun” kata Dr. Sonny Mumbunan, anggota ALMI sekaligus peneliti
ekonomi RCCC Ul yang menggagas konferensi ini.

“Dengan kata lain, tidak banyak manfaat bagi kabupaten kaya hutan untuk menjaga hutan di wilayah mereka karena tidak ada keuntungan ekonomi bagi daerahnya,” ujarnya. Akibatnya upaya perlindungan dan pemulihan hutan sulit berjalan optimal.

Konferensi ini menawarkan mekanisme transfer fiskal berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah sebagai usulan kebijakan dan jalan keluar.

DAU dijadikan cara untuk menyepadankan biaya dan manfaat perlindungan hutan bagi kabupaten kaya hutan baik hutan primer maupun hutan sekunder.

Diusulkan menjadi salah satu aspek penentu besaran DAU yang diberikan pemerintah pusar ke pemerinrah daerah.

Tutupan hutan diusulkan menjadi indikator tambahan dalam perhitungan DAU karena tidak memerlukan perubahan peraturan yang terlampau rumit. “Penambahan tutupan hutan dan
bobotnya masih dapat dijadikan bagian dari indikator luas wilayah, seperti yang terjadi pada indikator luas wilayah laut selama ini.

Sehingga, penambahan tersebut cukup diatur dengan sebuah
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) ujar Sonny. Dengan begitu, tidak perlu mengubah Undang-
Undang No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Data luas tutupan hutan juga tersedia di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Data ini diperbaharui setiap tahun dengan tingkat akurasi yang terbilang tinggi, murah, dan
disebarluaskan KLHK secara berkala. Tutupan hutan juga bisa menunjukkan performa pemerintah daerah dalam menjaga hutan dan menjadi penentu jumlah DAU yang dialokasikan di tahun
berikutnya (performance based).

Bupati Luwu Utara Hj. Indah Putri Indriani mengatakan, Luwu utara adalah kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah Sulawesi Tengah. Masalah batas wilayah hutan juga menjadi kendala dalam pengelolaan hutan di Luwu, ujarnya.

Ia berharap bahwa dapat direalisasikan point point kebijakan berbasis bukti.

Berikut 30 daerah kaya hutan di Indonesia yang hadir pada acara Konferensi Transfer Fiskal :

1. Bupati Gayo Lues (Aceh)
2. Bupati Nunukan (Kalimantan Utara)
3. Kepulauan Aru (Maluku)
4. Teluk Wondama (Papua Barat)
5. Berau (Kalimantan Timur)
6 Kapuas Hulu (Kalimantan Barat)
7. Pahuwato (Gorontalo)
8. Aceh Tengah (Aceh)
9. Poso (Sulawesi Tengah)
10. Sigi (Sulawesi Tengah)
11. Fak Fak (Papua Barat)
12. Manokwari (Papua Barat)
13. Boven Digoel (Papua)
14. Luwu utara (Sulawesi Selatan)
15. Jayapura (Papua)
16. Kutai Barat (Kalimantan Timur)
17. Sorong Selatan (Papua Barat)
18. Pesisir Barat (Lampung)
19. Nduga (Papua)
20. Nabire (Papua)
21. Teluk Bintuni (Papua Barat)
22. Sintang (Kalimantan Barat)
23. Dogiyai (Papua)
24. Bulungan (Kalimantan Utara)
25. Lampung Barat (Lampung)
26. Keerom (Papua)
27. Mamuju (Sulawesi Barat)
Malinau (Kalimantan Utara)
29) Asmat (Papua)
39. Luwu Timur (Sulawesi Selatan)

By admin

slot malaysia

slot thailand